• This is slide 1 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.
  • This is slide 2 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.
  • This is slide 3 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.
  • This is slide 4 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.
  • This is slide 5 description. Go to Edit HTML of your blogger blog. Find these sentences. You can replace these sentences with your own words.

Rabu, 20 April 2016

My Traditional Dance, Muang Sangkal is Unique



Disusun sebagai Pemenuhan Ujian Tengah Semester Bahasa Inggris
dengan Dosen Pengampu Dra. Yayuk Mardiati, M.A.





Oleh

Lailatul Musyarrafah
150210204074
Kelas O
No. Absen 07





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016

Subject                       : Art
Topic                          : Dance
Topic Sentence          : My Traditional Dance, Muang Sangkal is Unique


My Traditional Dance, Muang Sangkal is Unique

                                      


               Muang Sangkal Dance is one of the famous traditional dances and became one of the icons of traditional art of Madura, East Java. The name of Muang Sangkal comes from Madura, namely the word "Muang" which means throwing and "Sangkal" which means darkness or something related to jinn or demons (Hinduism), so Muang Sangkal mean distance from danger or remove the bad lucky. This dance was created by Taufikur Rachman (Sumenep, Madura) inspired by the richness and uniqueness of Madura’s creation and uplift history of kingdom’s life of Sumenep. Muang Sangkal often featured in various events such as custom events, wedding events, and also large welcoming guests who come there. This sacred dance performed by female dancers with an odd number (one, three, five, and so on) with the proviso dancers who appear to be in a state of purity or not menstruation. In the show, Muang Sangkal preceded by dancers that go hand in hand with rapid movements then followed by the more subtle and beauty movements, carrying Cemong contain many kind of flower and sprinkle it. Musical accompaniment Muang Sangkal is typical Madura’s kingdom, Gamelan music and a wide variety of Gending. The clothes that used is the Legha’s wedding dress which typical of Sumenep that is strapless (top) and a long cloth (bottom) with a distinctive color combination of red, yellow and black. At the head using a crown with a variety of decorative flowers and there is also a variety of additional accessories such as belts, bracelets, Cunduk, Sampur and Cemong. During its development, until now Muang Sangkal still continue to be introduced and preserved.

Perkembangan Fisik

A.   Perkembangan Fisik
Pada bagian ini anda akan mempelajari aspek perkembangan fisik yang meliputi pengertian dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik, perkembangan keterampilan motorik dan keterampilan dasar pada masa anak akhir (6-12 tahun). Dengan demikian, setelah mempelajari bagian ini Anda diharapkan dapat:
1) Menjelaskan pengertian dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik;
2) Menjelaskan perkembangan keterampilan motorik;
3) Menjelaskan  keterampilan dasar pada masa anak akhir.
Sekali lagi Anda diingatkan, walaupun saat ini mempelajari aspek perkembangan fisik, bukanlah berarti aspek perkembangan fisik terlepas dari aspek- aspek perkembangan lainnya.

Pengertian dan Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik
1. Pengertian perkembangan fisik
Perkembangan fisik/tubuh seseorang terjadi karena pertumbuhan dan perkembangan  tulang, sistem saraf, sirkulasi darah, otot, serta berfungsinya hormon. Perkembangan  fisik peserta didik usia SD/MI meliputi pertumbuhan tinggi dan berat badan, perubahan proporsi atau perbandingan antar bagian tubuh yang membentuk postur tubuh, pertumbuhan tulang, gigi, otot dan lemak. Secara langsung, pertumbuhan dan perkembangan fisik anak akan menentukan keterampilan anak bergerak. Secara tidak  langsung, pertumbuhan dan perkembangan fisik akan mempengaruhi cara anak memandang dirinya sendiri dan cara anak memandang orang lain, yang berdampak lebih lanjut dalam melakukan penyesuaian dengan dirinya dan orang lain.
Perkembangan tinggi badan setiap peserta didik usia SD/MI  dapat berbeda- beda, tetapi pola pertumbuhan tinggi tubuh mereka mengikuti aturan/pola yang sama. Ketika anak berusia lima tahun, tinggi tubuhnya sudah dua kali dari tinggi/panjang tubuh saat ia lahir. Setelah itu mulai melambat kira-kira 7 cm setiap tahun, dan pada usia 12/13 tahun tinggi anak sudah   mencapai sekitar 150 cm. Masih  bertambah  tinggi  sampai  usia  18  tahun  ketika anak mengakhiri masa remajanya. Pada akhir usia SD dan anak memasuki masa puber, pertumbuhan anak laki-laki lebih lambat daripada anak perempuan. Namun, setelah itu terjadi pertambahan tinggi yang cepat sehingga pada akhir masa remaja, biasanya laki-laki lebih tinggi daripada perempuan.
Perkembangan berat tubuh peserta didik yang normal pada usia lima tahun akan memiliki berat tubuh sekitar lima kali beratnya ketika dilahirkan. Pada akhir masa anak sekolah beratnya sekitar 35-40 kg. Pada usia 10 – 12 tahun atau mendekati permulaan masa remaja, anak-anak mengalami periode lemak. Pada masa ini anak mengalami pematangan kelamin yang sebagian besar berasal dari hormon yang muncul bersamaan dengan itu.  Gejalanya pada masa dua tahun terakhir ini (10-12 tahun). Nafsu makan anak semakin besar diringi dengan pertumbuhan tubuh yang cepat. Penumpukan lemak terjadi pada perut, pinggul, pangkal paha, dada, serta disekitar rahang, leher dan pipi. Penumpukan lemak juga ternyata tidak merata di seluruh tubuh, sehingga orang yang melihat akan mengatakan anak berpenampilan gemuk.
Perkembangan fisik tidak hanya berarti pertumbuhan dan penambahan ukuran tubuh (tinggi dan berat badan), tetapi juga proporsi tubuh atau perbandingan besar kecilnya  anggota badan secara keseluruhan. Secara umum, perubahan proporsi tubuh mengikuti hukum arah perkembangan dimana terjadi pertumbuhan kepala berlangsung lambat, sedangkan anggota tubuh yaitu kaki dan tangan berlangsung cepat, sedangkan bagian tubuh lainnya berlangsung sedang. Ketidaksinkronan pertumbuhan bagian-bagian tubuh  mengakibatkan proporsi tubuh peserta didik usia SD/MI berbeda dengan proporsi tubuh ketika bayi maupun dewasa.
Meskipun terdapat perbedaan dan keanekaragaman ukuran tinggi dan berat badan serta proporsi tubuh, bentuk tubuh anak dapat digolongkan ke dalam tiga bentuk, yaitu:
1) Bentuk tubuh endomorf yang cenderung menjadi gemuk dan berat;
2) Bentuk tubuh mesomorf yang cenderung menjadi kekar dan berat;
3) Bentuk ektomorf yang cenderung kurus dan bertulang panjang.
Ketiga bentuk tubuh ini mulai tampak jelas pada saat anak mengakhiri masa anak akhir. Ketika masa remaja dan dewasa bukan hanya tampak jelas ketiga bentuk tubuh ini, tetapi juga terdapat perbedaan yang jelas antara bentuk tubuh laki-laki dan perempuan.
Selain perkembangan ukuran tinggi dan berat, serta proporsi tubuh, terjadi pula pertumbuhan tulang, gigi, otot, dan lemak. Pertumbuhan tulang (jumlah dan komposisi) pada peserta didik usia SD/MI cenderung lambat dibandingkan masa anak awal dan remaja. Pengerasan tulang dari tulang rawan menjadi tulang keras berlangsung terus  sampai akhir masa remaja. Pertumbuhan tulang terjadi tidak serempak dan kecepatannya juga berbeda antara tulang yang satu dengan lainnya, tergantung pada hormon, gizi, dan zat mineral yang dikonsumsi anak. Pada dua tahun terakhir masa anak akhir di mana terjadi periode lemak, ada kecenderungan terjadi pembengkokan tulang karena tulang belum/tidak cukup keras untuk menopang berat badan. Pengerasan tulang serta penambahan serabut otot yang seimbang dengan pertumbuhan otot dan lemak, penting bagi aktivitas dan perkembangan anak pada masa sekolah maupun perkembangan selanjutnya.
Penggantian gigi susu menjadi gigi tetap terjadi  pada peserta didik di usia SD/MI menjadi peristiwa yang cukup penting karena mengandung kemungkinan besar mempengaruhi perilaku anak. Selain pergantian gigi, hal yang cukup penting adalah perkembangan susunan syaraf pada otak dan tulang belakang karena akan mempengaruhi perkembangan indera dan berpikir anak, yang akan berdampak lebih lanjut pada kemampuan anak dalam belajar.
Sebagian peserta didik usia SD/MI juga berada pada awal masa remaja yang dikenal dengan masa puber. Pada masa ini terjadi perubahan fisik yang sangat pesat baik dalam ukuran tinggi dan berat badan, maupun dalam porporsi tubuh, yang disebabkan oleh kematangan kelenjar dan hormon yang berkaitan dengan pertumbuhan seksual.  Perubahan fisik yang sangat pesat ini mengakibatkan anak puber mengalami ketidak- seimbangan, terlalu memperhatikan perubahan fisik tubuhnya, menarik diri dari pergaulan, perubahan minat dan kegiatan/aktivitas bermain, bersikap negatif/menentang, menjadi kurang percaya diri, dan sebagainya.



2. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik
Pertumbuhan fisik peserta didik usia SD/MI berlangsung lebih lambat dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan pada masa sebelumnya (masa bayi dan kanak-kanak awal) dan sesudahnya (masa puber dan remaja). Pada masa anak akhir, pertumbuhan fisik relatif seimbang, meskipun masih tetap ada perbedaan individual setiap peserta didik. Jadwal waktu pertumbuhan fisik tiap anak tidak sama, ada yang berlangsung cepat, sedang, atau lambat. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik anak, baik secara umum maupun individual. Diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Pengaruh keluarga, baik faktor keturunan maupun lingkungan keluarga
Faktor keturunan dapat membuat anak menjadi lebih gemuk daripada anak lainnya sehingga lebih berat tubuhnya. Demikian juga ras suku bangsa yang merupakan salah satu keturunan membuat perkembangan fisik seseorang berbeda. Orang-orang Amerika, Eropa dan Australia cenderung lebih tinggi daripada orang dan anak Asia. Faktor lingkungan akan membantu menentukan tercapai tidaknya perwujudan potensi keturunan yang dibawa anak tersebut. Pada setiap tahap usia termasuk usia SD/MI, lingkungan lebih banyak pengaruhnya terhadap berat tubuh daripada tinggi tubuh.
b.  Jenis Kelamin
Anak laki-laki cenderung lebih tinggi dan lebih berat dibandingkan dengan anak perempuan, kecuali pada usia 12-15 tahun, yang terjadi sebaliknya. Kecenderungan ini terjadi karena bangun tulang dan otot pada anak laki-laki memang berbeda daripada anak perempuan.
c.  Gizi dan kesehatan
Anak yang memperoleh gizi cukup biasanya lebih tinggi tubuhnya dan relatif lebih cepat mencapai masa puber dibandingkan dengan yang memperoleh gizi kurang. Demikian pula, anak yang sehat dan jarang sakit biasanya memiliki tubuh sehat dan lebih berat dibandingkan dengan anak yang sering sakit. Lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat dapat membantu mereka memberikan gizi yang cukup agar terjadi perkembangan fisik yang baik dan sehat sehingga pada akhirnya akan berdampak pada perkembangan aspek- aspek lainnya.
d.  Status sosial ekonomi
Fisik anak dari kelompok keluarga sosial ekonomi rendah cenderung lebih kecil daripada anak dari keluarga dengan status sosial ekonomi yang cukup atau tinggi. Keadaan status sosial ekonomi mempengaruhi peran keluarga dalam memberikan makanan, gizi dan   pemeliharaan kesehatan, serta kegiatan pekerjaan yang dilakukan oleh anak-anak tersebut.
e.  Gangguan emosional
Anak yang sering mengalami gangguan emosional akan menyebabkan terbentuknya steroid adrenalin yang berlebihan. Hal ini menyebabkan berkurangnya hormon pertumbuhan pada kelenjar pituitary, dan akibatnya anak mengalami keterlambatan perkembangan/pertumbuhan memasuki masa puber. Demikian juga bentuk tubuh endomorf (gemuk), mesomorf (sedang) atau ektomorf (kurus) juga mempengaruhi besar kecilnya tubuh anak, yang pada gilirannya berpengaruh pula terhadap aktivitas, sosialisasi, emosi, dan konsep diri/kepribadian anak secara keseluruhan.
Dalam mempelajari perkembangan fisik peserta didik usia SD/MI, Anda tidak   sekedar   mengetahui   pertumbuhan   fisiknya   saja,   tetapi   lebih   dari   itu bagaimana pertumbuhan fisik mempengaruhi perkembangan aspek lainnya secara keseluruhan. Perubahan proporsi tubuh yang tidak serasi mengakibatkan anak merasa canggung, berpenampilan tidak rapi dan kurang menarik, dan terlalu mengkhawatirkan tubuh yang tak seimbang. Bagi anak usia SD/MI, reaksi yang diperlihatkan oleh orang lain terutama  oleh teman-teman sebayanya terhadap ukuran dan proporsi tubuhnya mempunyai makna yang sangat penting. Apabila ukuran dan proporsi tubuh anak berbeda jauh dengan teman sebayanya, anak akan merasa ada kelainan, tidak mampu, dan rendah diri.

Perkembangan Keterampilan Motorik
Sejalan dengan perkembangan fisik, terjadi pula perkembangan keterampilan motorik. Perkembangan motorik berarti perkembangan pengendalian gerakan jasmani melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang terkoordinasi. Apabila tidak ada gangguan fisik atau lingkungan maupun hambatan mental yang mengganggu perkembangan motorik, secara normal anak berusia 6 tahun akan siap menyesuaikan diri dengan tuntutan sekolah, dan berperan serta dalam kegiatan bermain dengan teman sebaya.
Perkembangan motorik bergantung pada kematangan otot dan syaraf. Sebelum sistem syaraf dan otot berkembang dengan baik, upaya mengajarkan keterampilan motorik melalui berbagai latihan akan menjadi usaha yang sia-sia. Gerakan terampil yang terkoordinasi belum dapat dikuasai sebelum mekanisme otot anak berkembang baik. Sebagaimana halnya perkembangan fisik pada umumnya, perkembangan motorik juga mengikuti pola atau hukum arah perkembangan, yaitu urutan perkembangan mulai dari kepala, kemudian bagian tubuh, dan anggota tubuh (tangan dan kaki).
Pola perkembangan motorik dapat diramalkan, yang dimulai dari gerakan yang bersifat umum atau kasar menjadi gerakan yang semakin spesifik dan halus. Misalnya, gerakan motorik yang membentuk landasan bagi keterampilan tangan dan kaki tergantung pada keterampilan gerak yang dikuasai sebelumnya. Perbedaan motorik secara individual selain dipengaruhi kematangan dan keterampilan motorik sebelumnya, juga dipengaruhi kondisi lain yang dapat memperlambat atau mempercepat dikuasainya keterampilan gerak motorik tertentu. Kondisi yang mempengaruhi kecepatan dikuasainya perkembangan keterampilan motorik, antara lain sifat dasar genetik, ada tidaknya hambatan dalam awal kehidupan seseorang, kondisi pralahir dan saat lahir, gangguan atau rangsangan dari lingkungan, cacat fisik, kecerdasan, serta motivasi dan metode pelatihan yang disebabkan perbedaan jenis kelamin ras, sosial ekonomi.
Keterampilan motorik yang terkoordinasi dengan baik dapat dipelajari/dilatih dan  berkembang menjadi kebiasaan. Sebenarnya, masa anak sangat ideal untuk mempelajari keterampilan motorik. Pada usia tersebut, tubuh anak masih lentur sehingga lebih mudah dilatih untuk gerakan motorik, anak belum terlalu banyak mempelajari keterampilan-keterampilan lainnya, belum terlalu banyak tanggung jawab dibandingkan dengan remaja apalagi orang dewasa, memiliki keberanian lebih pada waktu kecil dibandingkan ketika ia semakin besar, serta anak senang melakukan pengulangan yang membantu keterampilan gerakan motorik tersebut.
Keterampilan gerakan motorik pada umumnya dipelajari dengan berbagai cara :
Pertama, uji coba (trial and error) apabila tidak ada bimbingan dan model untuk ditiru, anak melakukan tindakan coba-coba secara acak. Dengan cara ini, biasanya keterampilan yang dihasilkan anak berada dibawah kemampuan anak lainnya.
Kedua, meniru atau imitasi dengan cara mengamati keterampilan gerak motorik suatu model (orang dewasa atau anak yang lebih besar).
Terakhir, pelatihan terbimbing pada waktu mengamati model yang memperlihatkan ketrampilan gerakan motoriknya sehingga anak dapat menirunya dengan tepat dan
cepat.
Terdapat sejumlah keterampilan gerakan motorik yang umum pada masa anak usia sekolah, antara lain :
Pertama, keterampilan tangan seperti menggunakan alat-alat makan, serta menangkap dan melempar bola. Berkenaan dengan penggunaan tangan, ada kecenderungan beberapa anak lebih suka menggunakan tangan kanan, atau tangan kiri (kidal). Anak yang menggunakan tangan kanan seperti yang diajarkan dan dilatih oleh orang dewasa dapat mempermudah belajar, mendapat contoh/model dan bimbingan dalam menggunakan tangan kanan, lebih cepat terampil dan tidak melelahkan, serta lebih mudah menyesuaikan diri dengan harapan social, dan bergaul dengan orang lain sehingga menjadi pribadi yang menyenangkan.
Kedua, keterampilan kaki seperti melompat, berlari, memanjat, dan mengendarai sepeda.
Dalam perkembangan motorik dapat terjadi masalah biasanya berkenaan dengan keterlambatan atau keterbelakangan kemampuan gerakan motorik yang dimiliki anak dibandingkan dengan anak seusianya, harapan yang tidak realistik dari orang dewasa akan keterampilan motorik yang harus dikuasai anak, serta ketidaksanggupan mempelajari keterampilan gerakan motorik penting sehingga menghambat penyesuaian pribadi dan sosial anak. Misalnya, anak yang tidak/belum menguasai keterampilan motorik yang diperlukan dalam suatu permainan, ia tidak dapat mengikuti permainan tersebut atau disisihkan dari permainan. Keadaan ini tentu berdampak lebih lanjut secara negatif bagi penyesuaian sosial anak dan pembentukan kepribadiannya. Demikian juga apabila keterampilan gerakan motorik dasar keliru ataupun kurang tepat, maka akan berdampak bagi perkembangan gerakan motorik selanjutnya.
Anak yang menggunakan tangan kiri (kidal) juga menyadari bahwa dirinya berbeda dari yang lain, sehingga cukup mengganggu penyesuaian diri dan sosialnya. Anak juga merasa canggung jika pengendalian gerakan tubuhnya berada di bawah standar yang diharapkan bagi tingkatan usianya. Kondisi perkembangan gerakan motorik seperti ini, dapat berdampak lebih lanjut pada perkembangan lainnya. Di antaranya, anak menjadi rendah diri, timbul kecemburuan terhadap anak lain, malu, ketergantungan dan tidak berani mencoba, kekecewaaan, serta penolakan sosial.

Keterampilan Dasar pada Masa Anak Akhir
Selain keterampilan gerak motorik yang banyak dikembangkan melalui kegiatan  permainan,  pada  usia  peserta  didik  SD/MI,  Hurlock  (1991) mengemukakan empat keterampilan dasar berikut yang perlu dikuasai anak SD/MI pada masa anak akhir.
1. Keterampilan menolong diri sendiri (self help), yang perlu dilatihkan agar anak dapat mencapai kemandiriannya. Untuk itu, anak harus mempelajari keterampilan  motorik  yang  memungkinkannya mampu  melakukan  segala sesuatu bagi diri mereka sendiri. Termasuk kedalam keterampilan ini ialah keterampilan makan, mandi, berpakaian, dan merawat diri. Pada akhir masa anak akhir, anak diharapkan sudah mampu membantu dan merawat diri sendiri dengan tingkat keterampilan dan kecepatan seperti orang dewasa.
2. Keterampilan menolong orang lain (sosial), yang diperlukan agar anak dapat diterima oleh kelompok sosialnya, seperti keluarga, sekolah, dan lingkungan sekitarnya. Agar dapat diterima menjadi anggota yang kooperatif, anak memerlukan keterampilan seperti menolong orang lain dalam pekerjaan rumah atau sekolah.
3. Keterampilan bermain, yang diperlukan anak untuk belajar berbagai hal dan menikmati kegiatan kelompok dan menghibur diri sendiri. Di antara keterampilan bermain yang perlu dipelajari anak ialah keterampilan berlari, bermain bola, menggambar, dan memanipulasi alat permainan.
4. Keterampilan bersekolah atau skolastik, yang diperlukan anak agar dapat mengikuti dan berprestasi dalam belajar disekolah. Pada tahun-tahun awal sekolah, sebagian kegiatan anak melibatkan keterampilan motorik halus seperti melukis, menggambar, menari, dan menyanyi. Semakin banyak dan baik keterampilan yang dimiliki anak, maka semakin baik pula penyesuaian sosial yang dilakukan, serta semakin baik pula prestasi sekolahnya, baik prestasi akademis maupun prestasi yang non-akademis.

B. Perkembangan Sosial
Peserta didik adalah mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, ia membutuhkan orang lain  untuk  dapat  tumbuh  kembang  menjadi  manusia  yang  utuh. Dalam perkembangannya, pendapat dan sikap peserta didik dapat berubah karena interaksi dan saling pengaruh antar sesama peserta didik maupun dengan orang dewasa lainnya. Pada sub unit 2 ini akan dibahas mengenai: (1) pengertian dan proses sosialisasi; (2) peranan kelompok dan permainan; serta (3) penyesuaian sosial peserta didik. Dengan mempelajari sub unit ini   Anda diharapkan dapat memahami pengertian dan proses sosialisasi peserta didik usia SD/MI, menjelaskan peranan kelompok dan permainan dalam perkembangan sosial peserta didik, serta membantu peserta didik dalam penyesuaian sosial.

Pengertian dan Proses Sosialisasi
Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial (Hurlock, 1990). Tuntutan sosial pada perilaku sosial anak tergantung dari perbedaan harapan dan tuntutan budaya dalam masyarakat tempat anak tumbuh kembang, serta usia dan tugas perkembangnnya. Setiap masyarakat memiliki harapan sosial sesuai budaya masyarakat tersebut. Pada masyarakat pedesaan, anak usia 4-5 tahun tidak mesti masuk Taman Kanak-kanak. Tetapi, budaya masyarakat kota menuntut anak usia tersebut bersekolah di TK. Tuntutan sosial sesuai dengan tugas perkembangan pada usia antara lain, maksudnya, peserta didik harus mampu menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya, mengembangkan peran sosial sebagai anak laki-laki atau perempuan, serta mengembangkan sikap sosial, baik terhadap orang disekitarnya maupun terhadap kelompok sosial seperti sekolah dan kelompok keagamaan.
Belajar hidup bermasyarakat memerlukan sekurangnya tiga proses berikut.
1. Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial. Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang perilaku yang dapat diterima dalam kelompok tersebut. Agar dapat diterima dalam kelompok, maka para anggota termasuk peserta didik usia SD/MI harus menyesuaikan perilakunya dengan standar kelompok tersebut.
2. Memainkan peran sosial yang dapat diterima. Agar dapat diterima dalam kelompok  selain  dapat  menyesuaikan  perilaku  dengan  standar  kelompok, peserta didik juga dituntut untuk memainkan peran sosial dalam bentuk pola-pola kebiasaan yang telah disetujui dan ditentukan oleh para anggota kelompok. Misalnya ada peran yang telah disetujui bersama bagi orang tua dan anak, serta peran bagi guru dan siswa.
3. Perkembangan sikap sosial. Untuk dapat bergaul dalam masyarakat, peserta didik juga harus menyukai orang atau terlibat dalam aktivitas sosial tertentu. Jika anak dapat melakukannya dengan baik, maka ia dapat melakukan penyesuaian sosial yang baik dan diterima sebagai anggota kelompok
Peserta didik dapat melakukan sosialisasi dengan baik apabila sikap dan perilakunya  mencerminkan  ketiga  proses  sosialisasi  tersebut  sehingga  dapat diterima sesuai dengan standar atau aturan kelompok tempat peserta didik menggabungkan diri. Apabila perilaku peserta didik tidak mencerminkan ketiga proses sosialisasi tersebut, maka ia dapat  berkembang menjadi orang yang nonsosial (perilaku tidak sesuai dengan norma kelompok), asocial (tidak mengetahui tuntutan kelompok sosial terhadap perilakunya), bahkan sampai antisosial (bersikap permusuhan dan melawan standar dalam kelompok sosial).
Kemampuan peserta didik melakukan sosialisasi, antara lain dipengaruhi oleh sejumlah faktor.
1. Kesempatan dan waktu untuk bersosialisasi, hidup dalam masyarakat dengan orang lain. Semakin bertambahnya usia, anak semakin membutuhkan kesempatan dan waktu lebih banyak untuk bergaul dengan orang-orang di sekitarnya.
2. Kemampuan berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat dimengerti peserta didik maupun orang dewasa lain. Peserta didik perlu menguasai kemampuan berbicara dengan topik yang dapat dipahami dan menarik bagi orang lain. Pembicaraan yang bersifat sosial bukan pembicaraan yang bersifat egosentris.
3. Motivasi peserta didik untuk mau belajar bersosialisasi. Motivasi bersosialisasi ini  tergantung  juga  pada  tingkat  kepuasan  yang  dapat  diberikan  melalui aktivitas sosial kepadanya. Jika peserta didik mendapat kesenangan dan kepuasan ketika bergaul dengan  orang lain, maka peserta didik akan cenderung mengulangi hubungan sosial tersebut. Demikian juga sebaliknya, jika peserta didik tidak/kurang puas maka peserta didik cenderung bergaul dengan orang lain.
4. Metode belajar efektif dan bimbingan bersosialisasi. Dengan adanya metode belajar sosialisasi melalui kegiatan bermain peran yang menirukan orang yang diidolakan, maka peserta didik cenderung mengikuti peran sosial tersebut. Akan menjadi lebih efisien dan belajar lebih cepat apabila ada bimbingan dan arahan dalam aktivitas belajar bergaul dan memilih teman.
Salah satu hal penting dalam perkembangan sosial adalah pentingnya pengalaman sosial awal bagi perkembangan dan perilaku sosial sekarang dan selanjutnya pada masa remaja dan dewasa. Pengalaman sosial awal cenderung menetap. Mempelajari sikap dan perilaku sosial dengan baik atau buruk pada pengalaman sosial awal, akan memudahkan atau  menyulitkan  perkembangan sosial anak selanjutnya. Sikap sosial yang terbentuk akan sulit diubah dibandingkan dengan perilaku sosialnya. Anak yang lebih memilih berinteraksi dengan manusia akan mengembangkan keterampilan sosial yang lebih baik daripada anak yang bermain sendiri dengan benda dan alat permainannya.
Pengalaman sosial awal juga mempengaruhi partisipasi sosial anak. Mereka yang mempunyai pengalaman sosial awal yang baik cenderung lebih aktif dalam kegiatan kelompok sosial. Lebih lanjut perkembangan sosial berpengaruh terhadap penerimaan sosial, pola khas perilaku (cenderung sosial atau anti sosial), serta pembentukan kepribadian. Sikap positif terhadap diri sendiri lebih sering dijumpai pada orang yang berpengalaman sosial awal menyenangkan.
Perkembangan sosial sebenarnya sudah dimulai sejak anak dilahirkan. Ia membutuhkan orang lain agar dapat bertahan hidup. Sosialisasi pada bayi dan anak kecil antara lain  dengan meniru ekspresi orang di sekitarnya, rasa takut dan malu terhadap orang yang tidak/kurang dikenal, kelekatan/ketergantungan pada orang yang sangat dekat (ibu, pengasuh, anggota keluarga lain), mencari perhatian, menerima atau melawan otoritas tuntutan orang tua/dewasa, persaingan, kerja sama atau bertengkar dengan teman sebaya, egosentris atau bersimpati dan empati terhadap orang di sekitarnya.
Pada peserta didik usia SD/MI yang berada pada periode anak akhir, mereka mulai membentuk kelompok bermain yang dapat berkembang menjadi kelompok belajar dan melakukan aktivitas pada masa anak mengenai peran kelompok dan permainan pada periode anak akhir akan dibahas lebih lanjut pada uraian mendatang. Selanjutnya, perkembangan sosial pada masa puber kadang sudah dialami oleh peserta didik di SD  kelas 5 atau 6. Pada masa ini pola perkembangan sosial terganggu karena terjadi perubahan fisik seksual yang sangat pesat, sehingga anak cenderung menarik diri, kurang dapat berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain. Terjadi kemunduran minat untuk bermain dan melakukan aktivitas kelompok, dan perilaku anak cenderung antisosial. Karenanya, masa ini kerap disebut juga sebagai fase negatif. Jika orang tua, guru dan orang dewasa lainnya kurang memahami perilaku anak yang menarik diri, cepat berubah-ubah, cenderung negatif,  maka  anak  dapat  berkembang  menjadi  penentang  atau  pemberontak, bahkan dapat menjadi antisosial.

Peranan Kelompok dan Permainan
Pada masa anak akhir, kelompok/geng anak memegang peran penting dalam perkembangan sosial. Pada masa ini anak sudah mulai bersekolah. Lingkungan sosial pun sudah semakin menjadi lebih luas, dari yang semula terbatas di lingkungan keluarga dan sekitar rumah dengan lingkungan sosial di sekolah. Anak bergaul dengan anak-anak seusianya, para guru, dan orang lain di sekitar sekolah.
Kesadaran sosial berkembang pesat, anak membutuhkan teman-teman sebaya untuk  melakukan berbagai aktivitas dalam kehidupannya. Kelompok bermain yang pada masa anak awal terbentuk secara spontan, informal, dan sementara, tergantung pada kegiatan bermain, biasanya hanya terdiri dari 2-3 anak saja. Kelompok pada masa anak akhir merupakan usaha anak untuk menciptakan suatu masyarakat yang sesuai bagi pemenuhan kebutuhannya. Kelompok ini mempunyai struktur yang lebih tegas dan formal. Ada yang menjadi pemimpin dan pengikut. Mereka melakukan beberapa aktivitas seperti kegiatan bermain, hiburan, minat dan hobi. Kadang kegiatan mencoba-coba dan mengganggu  orang  lain. Kelompok juga mempunyai kode pengenal tersendiri dan bahkan tempat pertemuan sendiri yang tersembunyi yang disepakati bersama. Perbedaan kelompok disebabkan karena perbedaan kebutuhan sosial yang berbeda. Pengaruh kelompok terhadap sosialisasi anak dilakukan dalam hal sebagai berikut :
1) Membantu anak bergaul dengan teman sebaya dan berperilaku yang dapat diterima secara sosial dalam kelompoknya
2) Membantu anak mengembangkan kesadaran yang rasional dan skala nilai untuk melengkapi atau mengganti nilai orang tua yang sebelumnya cenderung diterima anak sebagai ”kata hati” yang otoriter
3) Mempelajari sikap sosial yang pantas melalui pengalamannya dalam menyukai orang dan cara menikmati kehidupan serta aktivitas kelompok
4) Membantu kemandirian anak dengan cara memberikan kepuasan emosional melalui persahabatan dengan teman-teman sebaya.
Penerimaan dan penolakan anak dalam kelompok disebabkan adanya konflik antara standar atau aturan pergaulan yang berlaku dirumah dan sekolah dengan standar yang berlaku dalam kelompok. Keadaan ini mengakibatkan anak merasa tidak aman dan tidak mampu, serta kepekaan yang berlebihan, seperti mudah tersinggung dan berprasangka buruk dengan cara menafsirkan kata dan perbuatan teman sebagai permusuhan. Peserta didik usia SD/MI membutuhkan penerimaan dalam kelompok dan melakukan segala sesuatu untuk menghindari penolakan kelompok dengan cara memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas bermain yang sesuai dengan minat dan keinginan kelompok. Memang ada anak yang mudah ataupun tidak mudah dipengaruhi sehingga memunculkan peran pemimpin dan pengikut. Diantara anggota kelompok dapat pula terjadi persaingan, itu wajar. Yang perlu dilakukan ialah pemberian bimbingan agar persaingan itu terjadi secara sehat, sportif,  dan tanggung  jawab.
Permainan atau bermain merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir, dilakukan dengan sukarela tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar apalagi kewajiban. Aturan permainan ditetapkan sendiri oleh pemain atau kelompok bermain. Secara umum, bermain dapat dibedakan :
1) Bermain aktif seperti berlari, perlombaan fisik dan ketangkasan, dan menyusun balok,
2) Bermain pasif untuk mendapatkan hiburan seperti menonton televisi, membaca komik atau buku cerita, dan mendengarkan lagu.
Melalui kegiatan bermain dan permainan, selain mendapatkan kegembiraan, anak juga belajar sesuatu. Permainan atau bermain setidaknya memiliki empat manfaat yaitu:
Pertama, latihan fungsi guna melatih fungsi motorik kasar melalui permainan kejar-kejaran dan permainan dengan bola besar. Melalui permainan puzzle anak selain berlatih motorik halus, juga berlatih fungsi kognitif menghubungkan   potongan   gambar   dengan   benar.
Kedua, sarana sosialisasi terutama bermain dalam kelompok, anak belajar bekerja sama dengan teman lain, dan saling pinjam meminjam alat permainan.
Ketiga, mengukur kemampuan terutama  untuk  permainan  yang  dilombakan seperti  perlombaan lari  cepat,  dan permainan olahraga.
Keempat, menempa emosi/sikap melalui kegiatan untuk mentaati aturan permainan, dan bersikap sportif.
Mengingat pentingnya permainan bagi perkembangan anak, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru atau orang dewasa lainnya, yaitu:
1) Sebaiknya tidak mengganggu anak yang sedang asyik bermain
2) Memberi kesempatan dan ruang bermain yang cukup kepada anak
3) Memilihkan alat permainan yang memungkinkan anak menjadi kreatif
4) Mendampingi dan membimbing anak ketika bermain
5) Menjaga keseimbangan aktivitas bermain dengan  istirahat, makan, dan belajar.

Penyesuaian Sosial
Penyesuaian sosial berarti keberhasilan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya, dan terhadap kelompok pada khususnya (Hurlock, 1990). Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik mempelajari berbagai keterampilan sosial seperti kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang  lain    (teman,  orang  yang  tidak/baru  dikenal)  dan  menolong  orang  lain sehingga menjadi anak yang disenangi.  Kemampuan tersebut diharapkan semakin lama semakin meningkat sesuai dengan usia dan tugas perkembangannya.
Terdapat beberapa kriteria penyesuaian sosial yang baik.
1. Tampilan nyata, di mana perilaku sosial anak sesuai dengan standar kelompok dan memenuhi harapan kelompok sehingga diterima menjadi anggota kelompok.
2. Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok, dimana anak dapat menyesuaikan diri bukan hanya dalam kelompoknya sendiri, tetapi juga dengan kelompok lain.
3. Sikap sosial, dimana anak menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap orang lain, serta ikut berpartisipasi dan berperan dalam kelompok dan kegiatan sosial.
4. Kepuasan pribadi, karena anak dapat bersosialisasi dengan orang lain secara baik, dan dapat berperan dalam kelompok, baik sebagai pemimpin maupun sebagai anggota kelompok.
Teman sebaya sangat berperan dan berpengaruh terhadap kemampuan penyesuaian sosial peserta didik usia SD/MI. Penerimaan atau penolakan teman kelompok berdampak pada perkembangan aspek-aspek lainnya seperti emosi, konsep diri, dan kepribadiannya. Pada masa anak akhir, ada teman biasa yang hanya  memenuhi  kebutuhan  anak  untuk  berada  dalam  kelompoknya,  teman bermain yang dapat melakukan aktivitas bermain bersama-sama, dan teman akrab (sahabat) yang memungkinkan anak dapat berkomunikasi melalui pertukaran ide, rasa percaya, meminta nasihat/pendapat, dan berani mengkritik. Jumlah teman peserta didik usia SD/MI sangat bervariasi, tetapi umumnya dengan bertambahnya usia maka jumlah teman pun semakin banyak.
Pemilihan teman biasanya terjadi karena adanya kesamaan sifat, minat, nilai-nilai, dan kedekatan geografis/lokasi. Pergantian teman dapat terjadi karena perubahan minat, mobilitas sosial (peralihan kelompok sosial pada tingkat yang setara atau lebih tinggi/rendah), atau perpindahan lokasi tempat tinggal. Melalui pergantian teman, anak dapat belajar hal-hal yang penting dalam perkembangan sosial. Penerimaan dan status sosial anak dalam kelompok teman sebaya atau sekelas antara lain dapat diketahui dengan menggunakan sosiometri yang akan dibahas pada unit 5. Namun, secara singkat dapat dijelaskan bahawa anak yang populer sehingga menjadi ”bintang” karena kebanyakan anggota kelompok mengagumi dan menganggap anak ini sebagai sahabat karib.
Kebalikannya, ada anak yang terisolasi, tidak disukai, bahkan ditolak oleh anggota kelompok karena memiliki sifat yang tidak memenuhi tuntutan standar kelompok sehingga tidak dapat melakukan penyesuaian sosial dengan baik. Sifat itu, misalnya, tidak ramah, egois, sulit bekerjasama, dan curang. Anak yang diterima dengan baik akan merasa senang dan aman, sehingga dapat mengembangkan konsep diri secara positif dan menyenangkan, memiliki kesempatan untuk mempelajari berbagai pola dan keterampilan sosial, serta dapat menyesuaikan diri terhadap harapan kelompok dan masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan sosial selain melalui kelompok dan permainan, ada juga anak yang mencari teman khayal sebagai teman pengganti, memelihara hewan piaraan, dan secara negatif dengan ”membeli” penerimaan sosial.








DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, E.B. 1990. Perkembangan Anak, jilid 1 dan 2. Alihbahasa Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih. Jakarta: Erlangga.

Semiawan, C.R. 1999. Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Simandjuntak, B. dan Pasaribu, I.L. 1984. Pengantar Psikologi Perkembangan.  Bandung: Tarsito.

Sinolungan, R.E. 1997. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Gunung Agung.

Sukmadinata, N.S. 2003. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Rosdakarya






MAKALAH TEORI BELAJAR HUMANISTIK (Calm Ransom Rogers & Abraham H. Maslow)

 


MAKALAH
TEORI BELAJAR HUMANISTIK
(Calm Ransom Rogers & Abraham H. Maslow)



Disusun sebagai Pemenuhan Tugas Belajar dan Pembelajaran SD dengan Dosen Pengampu 
Drs. Mutrofin, M.Pd.

Oleh 

Kelompok 9 /Kelas C

1. Lailatul Musyarrafah (150210204074)
2. Restu Ryan Wicaksono (150210204078) 
3. Eka Nur Pusparini (150210204079)
4. Yulia Maulida Hasanah (150210204096) 
5. Dewi Anggraini P. (150210204118)
 







PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016



KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas ke hadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Teori Belajar Humanistik (Calm Ransom Rogers & Abraham H. Maslow)”. Ada pun tujuan membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Belajar dan Pembelajaran SD  yang dibimbing  oleh Bpk. Prof. Drs. Mutrofin, M.Pd. Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak  yang telah membantu, sehingga tugas ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai kalangan para pembaca, penulis terima dengan tangan terbuka guna menyempurnakan pembuatan makalah dikemudian hari.
 Hanya ini yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.








Jember, 25 Maret 2016
                                                                                                       


DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………………… …... i
Daftar Isi ……………………………………………………………………....................... ii

BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………………………1
1.1.  Latar Belakang ………………………………………………………………….1
1.2.  Rumusan Masalah ………………………………………………………………2
1.3.  Tujuan Penulisan ………………………………………………………………..2

BAB II. PEMBAHASAN …………………………………………………………………. 3
2.1 Hakikat Teori Humanistik………………………………………………………...3
2.2 Teori Belajar Humanistik Calm Ransom Rogers…………………………………4
2.3 Teori Belajar Humanistik Abraham H. Maslow………………………………….11

BAB III. PENUTUP …………………………………………………………………….....19
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………..19
3.2 Saran………………………………………………………………………………20
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….....21



BAB I
PENDAHULUAN

                                                                                  
1.1    Latar Belakang
Teori humanistik muncul pada pertengahan abad ke-20 sebagai reaksi terhadap teori psikodinamik dan behavioristik. Para teoretikus humanistic, seperti Calm Ransom Rogers (1902-1987) dan Abraham H. Maslow (1908-1970) meyakini bahwa tingkah laku manusia tidak dapat dijelaskan sebagai hasil dari konflik-konflik yang tidak disadari mauoun sebagai hasil pengondisian (conditioning) yang sederhana. Teori ini menyiratkan penolakan terhadap pendapat bahwa tingkah laku manusia semata-mata ditentukan oleh faktor di luarnya dirinya. Sebaliknya, teori ini melihat manusia sebagai aktor dalam drama kehidupan, bukan reaktor terhadap instik atau tekanan lingkungan. Teori ini berfokus pada pentingnya pengalaman disadari yang bersifat subjektif dan self-direction. Menyikapi hal tersebut, penyusun mengambil judul “Teori Belajar Humanistik (Calm Ransom Rogers dan Abraham H. Maslow)” yang akan dibahas lebih detail pada bab selanjutnya.
Teori belajar humanistik bertujuan bahwa belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika telah memahami lingkungan dan dirinya sendiri. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dan sudut pandang pelakunya bukan dari sudut pandang pelakunya bukan dari sudut pandang pengamatnya. Teori belajar ini sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang ilmu filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dibanding tentang psikologi belajar. Teori humanism lebih mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang konseo-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan serta tentang proses belajar dalam bentuk yang paling ideal.







1.2  Rumusan Masalah
2.      Bagaimanakah teori belajar humanistik?
3.      Bagaimanakah teori belajar humanistik menurut Calm Ransom Rogers?
4.      Bagaimanakah teori belajar humanistik menurut Abraham H. Maslow?

1.3  Tujuan Penulisan
2.      Untuk mengetahui teori belajar humanistik.
3.      Untuk mengetahui teori belajar humanistik menurut Calm Ransom Rogers.
4.      Untuk mengetahui teori belajar humanistik menurut Abraham H. Maslow.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 HAKIKAT TEORI HUMANISTIK
Sejatinya, sebagaimana diungkapkan di Bab I buku ini, secara garis besar dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yakni teori-teori belajar behavioral dan teori-teori belajar kognitif. Teori belajar humanistik disendirikan mengingat kumpulan pemikirannya yang unik dan bersinggungan dengan bagaimana orang dewasa belajar. Konteks yang belum disinggung oleh teori-teori belajar behavioral maupun teori-teori belajar kognitif.
Akar pemikiran humanistik berasal dari dua disiplin, yaitu psikologi sosial dan pendidikan humanistik. Psikologi soasial adalah sebuah kajian tentang sifat, fungsi dan fenomena perilaku sosial dan pengalaman mental dari individu dalam sebuah konteks sosial (Jones, 2008). Kajian ini meliputi kajian efek sosial pada aspek-aspek perilaku dan pengalaman mental yang dipelajari secara lebih umum dalam cabang psikologi yang lain. Kajian ini juga meliputi sejumlah fenomena psikologi yang tidak muncul-bahkan dalam beberapa kasus tidak tergambarkan-dalam individu-individu yang berada di luar konteks sosialnya. Di antara fenomena psikologi sosial ini adalah agresi dan kemarahan, altruisme dan perilaku membantu, sikap sosial dan persuasi, ketertarikan dan hubungan sosial, atribusi dan kognisi sosial, tawar-menawar dan negosiasi, konformitas dan proses-proses pengaruh sosial, kerja sama dan kompetisi, pembuatan keputusan kelompok, dinamika kelompok, bahasa dan pidato, kepemimpinan dan kinerja kelompok, komunikasi non-verbal dan bahasa tubuh, kepatuhan terhadap otoritas, prasangka dan konflik antar kelompok, presentasi diri dan manajemen kesan, peran-peran seksual, perilaku seksual, pembelajaran sosial dan sosialisasi.
Kebanyakan otoritas setuju bahwa psikologi sosial adalah biokimia dari ilmu-ilmu sosial, sebuah bidang yang berada di antara sosiologi dan psikologi individual. Bidang ini dalam satu pengertian bersifat interstitial, dan ia memainkan peran penting sebagai sebuah disiplin ilmu sosial utama. Dalam teori-teori dan risetnya, psikologi sosial memberikan informasi penting tentang bagaimana faktor-faktor sosial mempengaruhi pemikiran, perasaan dan tindakan individual.
Meskipun masih terdapat sejumlah bahasan yang tumpang tindih dalam sosiologi, kebanyakan dari literatur riset dan teks mutakhir dalam psikologi sosial telah ditulis oleh para psikolog. Selain itu perkembangan awal psikologi sosial juga didominasi oleh teori-teori dan riset yang dilakukan di AS. Banyak figur pelopor yang memberikan sumbangan di budang ini beremigrasi dari Eropa pada tahun 1930-an.
Kaum humanis menerapkan pendidikan dan pembelajaran berdasarkan pada kebutuhan dan minat siswa. Karena kebutuhan dan minat adalah faktor yang mendorong atau memotivasi kita. Selain itu, mereka menginginkan pendidikan berdasarkan kebutuhan dan minat individuaal dari para siswa. Dengan demikian, pendidikan harus dibuat bersifat sangat personal. Psikolog sosial menginginkan kita megenali pentingnya interaksi sosial dan pengaruh sosial terhadap perilaku, termasuk belajar.
Dengan kata lain, pemikiran humanistik mendesak agar kita mengajar menurut minat dan kebutuhan anak, dan lebih jauh lagi, menciptakan lingkungan kelas yang sehat secara sosial dan emosional, yang ditandai dengan adanya penerimaan dan rasa saling menghargai. Dengan melakukan semua hal ini, maka akan meningkatkan proses belajar.
2.2 Teori Belajar Humanistik Calm Ransom Rogers
Salah seorang tokoh teori belajar humanisme adalah Carl Ransom Rogers (1902-1987) yang lahir di Oak Park, Illinois, Chicago, Amwrika Serikat. Rogers terkenal sebagai seorang tokoh psikologi humanis, aliran fenomenologis-eksistensial, psikolog klinis dan terapis. Ide-ide dan konsep teorinya banyak didapatkan dalam pengalaman-pengalaman terapeutiknya.
Ide pokok dari teori – teori Rogers yaitu individu memiliki kemampuan dalam diri sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup, dan menangani masalah–masalah psikisnya asalkan konselor menciptakan kondisi yang dapat mempermudah perkembangan individu untuk aktualisasi diri.
Menurut Rogers motivasi orang yang sehat adalah aktualisasi diri. Jadi manusia yang sadar dan rasional tidak lagi dikontrol oleh peristiwa kanak-kanak seperti yang diajukan oleh aliran Freudian, misalnya toilet trainning, penyapihan ataupun pengalaman seksual sebelumnya.
Rogers lebih melihat pada masa sekarang, dia berpendapat bahwa masa lampau memang akan mempengaruhi cara bagaimana seseorang memandang masa sekarang yang akan mempengaruhi juga kepribadiannya. Namun ia tetap berfokus pada apa yang terjadi sekarang bukan apa yang terjadi pada waktu itu.
Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi -potensi psikologis yang unik. Aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh pengalaman dan oleh belajar khususnya dalam masa kanak-kanak. Aktualisasi diri akan berubah sejalan dengan perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu (adolensi) seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke psikologis.
Rogers dikenal juga sebagai seorang fenomenologis, karena ia sangat menekankan pada realitas yang berarti bagi individu. Realitas tiap orang akan berbeda–beda tergantung pada pengalaman–pengalaman perseptualnya. Lapangan pengalaman ini disebut dengan fenomenal field. Rogers menerima istilah self sebagai fakta dari lapangan fenomenal tersebut.
      Perkembangan Kepribadian
Konsep diri (self concept) menurut Rogers adalah bagian sadar dari ruang fenomenal yang disadari dan disimbolisasikan, dimana “aku“ merupakan pusat referensi setiap pengalaman. Konsep diri merupakan bagian inti dari pengalaman individu yang secara perlahan dibedakan dan disimbolisasikan sebagai bayangan tentang diri yang mengatakan “apa dan siapa aku sebenarnya“ dan “apa yang sebenarnya harus saya perbuat“. Jadi, self conceptadalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku.
Konsep diri ini terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri real dan konsep diri ideal. Untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers mengenalkan 2 konsep lagi yaitu:
     1.      Incongruence
Incongruence adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman aktual disertai pertentangan dan kekacauan batin.
2.      Congruence
Congruence berarti situasi dimana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri yang utuh, integral, dan sejati.
Menurut Rogers, para orang tua akan memacu adanya incongruence ini ketika mereka memberikan kasih sayang yang kondisional kepada anak-anaknya. Orang tua akan menerima anaknya hanya jika anak tersebut berperilaku sebagaimana mestinya, anak tersebut akan mencegah perbuatan yang dipandang tidak bisa diterima. Disisi lain, jika orang tua menunjukkan kasih sayang yang tidak kondisional, maka si anak akan bisa mengembangkan congruence-nya. Remaja yang orang tuanya memberikan rasa kasih sayang kondisional akan meneruskan kebiasaan ini dalam masa remajanya untuk mengubah perbuatan agar dia bisa diterima di lingkungan.
Dampak dari incongruence adalah Rogers berfikir bahwa manusia akan merasa gelisah ketika konsep diri mereka terancam. Untuk melindungi diri mereka dari kegelisahan tersebut, manusia akan mengubah perbuatannya sehingga mereka mampu berpegang pada konsep diri mereka. Manusia dengan tingkat incongruence yang lebih tinggi akan merasa sangat gelisah karena realitas selalu mengancam konsep diri mereka secara terus menerus.
Contoh:
Erin yakin bahwa dia merupakan orang yang sangat dermawan, sekalipun dia seringkali sangat pelit dengan uangnya dan biasanya hanya memberikan tips yang sedikit atau bahkan tidak memberikan tips sama sekali saat di restoran. Ketika teman makan malamnya memberikan komentar pada perilaku pemberian tipsnya, dia tetap bersikukuh bahwa tips yang dia berikan itu sudah layak dibandingkan pelayanan yang dia terima. Dengan memberikan atribusi perilaku pemberian tipsnya pada pelayanan yang buruk, maka dia dapat terhindar dari kecemasan serta tetap menjaga konsep dirinya yang katanya dermawan.
Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain. Perkembangan diri dipengaruhi oleh cinta yang diterima saat kecil dari seorang ibu. Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi lagi menjadi 2 yaitu conditional positive regard (bersyarat) danunconditional positive regard (tak bersyarat).
•         Jika individu menerima cinta tanpa syarat, maka ia akan mengembangkan penghargaan positif bagi dirinya (unconditional positive regard) dimana anak.
•         Jika tidak terpenuhi, maka anak akan mengembangkan penghargaan positif bersyarat (conditional positive regard). Dimana ia akan mencela diri, menghindari tingkah laku yang dicela, merasa bersalah dan tidak berharga.
Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yang mengalami penghargaan positif tanpa syarat. Ini berarti dia dihargai, dicintai karena nilai adanya diri sendiri sebagai person sehingga ia tidak bersifat defensif namun cenderung untuk menerima diri dengan penuh kepercayaan.

   Pokok-Pokok Teori Calm Ransom Rogers
Konsepsi-konsepsi pokok dalam teori Rogers adalah:
1)      Organism, yaitu keseluruhan individu (the total individual)
Organisme memiliki sifat-sifat berikut:
a.       Organisme beraksi sebagai keseluruhan terhadap medan phenomenal dengan maksud memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b.      Organisme mempunyai satu motif dasar yaitu: mengaktualisasikan, mempertahankan dan mengembangkan diri.
c.       Organisme mungkin melambangkan pengalamannya, sehingga hal itu disadari, atau mungkin menolak pelambangan itu, sehingga pengalaman-pengalaman itu tak disadari, atau mungkin juga organisme itu tak memperdulikan pengalaman-pengalamannya.
2)      Medan phenomenal, yaitu keseluruhan pengalaman (the totality of experience)
Medan phenomenal punya sifat disadari atau tak disadari, tergantung apakah pengalaman yang mendasari medan phenomenal itu dilambangkan atau tidak.
3)      Self, yaitu bagian medan phenomenal yang terdiferensiasikan dan terdiri dari pola-pola pengamatan dan penilaian sadar daripada “I” atau “me”.
Self mempunyai bermacam-macam sifat:
a.       Self berkembang dari interaksi organisme dengan lingkungan.
b.      Self mungkin menginteraksikan nilai-nilai orang lain dan mengamatinya dalam cara (bentuk) yang tidak wajar.
c.       Self mengejar (menginginkan) consistency (keutuhan/kesatuan, keselarasan).
d.      Organisme bertingkah laku dalam cara yang selaras (consistent) dengan self.
e.       Pengalaman-pengalaman yang tak selaras dengan stuktur self diamati sebagai ancaman.
f.       Self mungkin berubah sebagai hasil dari pematangan (maturation) dan belajar.


      Dinamika Kepribadian
Rogers mengemukakan lima sifat khas dari seseorang yang berfungsi penuh:
1.      Keterbukaan pada pengalaman,
Yang berarti bahwa seseorang tidak bersifat kaku dan defensif melainkan bersifat fleksibel, tidak hanya menerima pengalaman yang diberikan oleh kehidupan, tapi juga dapat menggunakannya dalam membuka kesempatan lahirnya persepsi dan ungkapan-ungkapan baru.
2.      Kehidupan eksistensial,
Orang yang tidak mudah berprasangka ataupun memanipulasi pengalaman melainkan menyesuaikan diri karena kepribadiannya terus-menerus terbuka kepada pengalaman baru.
3.      Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri, Yang berarti bertingkah laku menurut apa yang dirasa benar, merupakan pedoman yang sangat diandalkan dalam memutuskan suatu tindakan yang lebih dapat diandalkan daripada faktor-faktor rasional atau intelektual.
4.      Perasaan bebas,
Semakin seseorang sehat secara psikologis, semakin mengalami kebebasan untuk memilih dan bertindak.
5.      Kreativitas,
Seorang yang  kreatif bertindak dengan bebas dan menciptakan hidup, ide dan rencana yang konstruktif, serta dapat mewujudkan kebutuhan dan potensinya secara kreatif dan dengan cara yang memuaskan.

      APLIKASI
Carl Roger sebenarnya tidak begitu banyak memfokuskan kepribadian. Teknik terapi lebih banyak mewarnai berbagai karya akademiknya. Mula-mula corak konseling ini disebut  non-directive therapy, kemudian digunakanClient Centered therapy dengan maksud individualitas konseling yang setaraf  dengan individualitas konselor. Menurut Rogers, dalam teknik ini ingin diciptakan suasana pembicaraan yang permisif.
Dalam dunia psikologi Rogers selalu dihubungkan dengan metode psikoterapi yang dikemukakan dan dikembangkannya. Terapi yang dikemukakannya itu dinamakan: non-directive therapy atau client centered therapy.
Non-directive therapy ini menjadi popular karena:
a.       Secara historis lebih terikat kepada psikologi daripada kedokteran
b.      Mudah dipelajari
c.       Untuk mempergunakannya dibutuhkan sedikit atau tanpa pengetahuan mengenai diagnosis dan dinamika kepribadian
d.      Lamanya perawatan lebih singkat jika dibandingkan misalnya dengan terapi secara psikoanalistis.
Dasar dari teknik ini adalah manusia mampu memulai sendiri arah perkembangannya dan menciptakan  kesehatan dan menyesuaikannya. Sebab itu, konselor harus mempergunakan teknisnya untuk memajukan tendensi perkembangan klien tidak secara langsung tetapi dengan menciptakan kondisi perkembangan yang positif dengan cara permisif. Konselor sebanyak mungkin membatasi diri dengan tidak memberikan nasihat, pedoman, kritik, penilaian, tafsiran, rencana, harapan, dan sebagainya.
Dengan cara ini, konselor dapat membantu klien untuk mengemukakan pengertiannya dan rencana hidupnya. Untuk memungkinkan pemahaman ini konselor diharapkan bersifat dan bersikap:
1.      Menerima (Acceptance),
Sikap terapis yang ditujukan agar klien dapat melihat dan mengembangkan diri apa adanya.
2.      Kehangatan (Warmth), Ditujukan   agar  klien   merasa  aman   dan memiliki penilaian yang lebih positif tentang dirinya.
3.      Tampil apa  adanya (Genuine),
Kewajaran yang perlu ditampilkan oleh terapis agar klien memiliki sikap positif.
4.      Empati (Emphaty),
Menempatkan diri dalam kerangka acuan batiniah (internal frame  of reference),  klien   akan memberikan manfaat besar dalam memahami diri dan problematikanya.
5.      Penerimaan tanpa  syarat (Unconditional positive  regard),
Sikap penghargaan tanpa tuntutan yang ditunjukkan terapis pada klien, betapapun  negatif perilaku atau sifat klien, yang kemudian sangat bermanfaat dalam pemecahan masalah.
6.      Transparansi (Transparancy),
Penampilan  terapis  yang transparan atau tanpa topeng pada   saat  terapi   berlangsung    maupun  dalam kehidupan keseharian merupakan   hal yang penting  bagi klien untuk mempercayai dan menimbulkan rasa aman terhadap segala sesuatu yang diutarakan.
7.      Kongruensi (Congruence),
Konselor   dan  klien  berada pada hubungan yang sejajar dalam   relasi  terapeutik  yang   sehat. Terapis  bukanlah  orang  yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari kliennya.
Kondisi-kondisi yang memungkinkan klien mengubah  diri secara konstruktif mengharuskan klien dan terapis berada dalam kontak psikologis. Dengan demikian, akan dapat dilihat perubahan yang terjadi dalam proses terapi antara lain :
1.      Klien akan mengekspresikan pengalaman dan perasaannya tentang kehidupan, dan problem yang dihadapi.
2.      Klien akan berkembang menjadi orang yang dapat menilai secara tepat makna perasaannya.
3.      Klien mulai merasakan self concept antara dirinya dan pengalaman mereka.
4.      Klien sadar penuh akan perasaan yang mengganggu.
5.      Klien mampu mengenal konsep diri dengan terapi yang tidak mengancam.
6.      Ketika terapi dilanjutkan, konsep dirinya menjadi congruence.
7.      Mereka mengembangkan kemampuan dengan pengalaman yang dibentuk oleh unconditional positive regard. (hal positif tanpa syarat)
8.      Mereka akan mengevaluasi pengalaman-pengalamannya sehingga mampu berelasi sosial dengan baik.
9.      Mereka menjadi positif dalam menghargai diri sendiri.
Setelah terapi, klien akan mendapatkan insight secara mendalam terhadap diri dan permasalahannya.
1.         Mereka menjadi terbuka terhadap pengalaman dan perasaannya sendiri.
2.         Dalam pengalamannya sehari-hari mereka bisa mentransendensikan, jika diperlukan.
3.         Mereka menjadi kreatif. Mereka merasa dalam hidup menjadi lebih baik, juga dalam hubungan dengan orang lain.

Kelemahan atau kekurangan pandangan Rogers terletak pada perhatiannya yang semata – mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada bantuan untuk pertumbuhan serta perkembangan orang lain. Rogers berpandangan bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya tampaknya merupakan pusat dari dunia, bukan seorang partisipan yang berinteraksi dan bertanggung jawab di dalamnya.
Selain itu gagasan bahwa seseorang harus dapat memberikan respon secara realistis terhadap dunia sekitarnya masih sangat sulit diterima. Semua orang tidak bisa melepaskan subjektivitas dalam memandang dunia karena kita sendiri tidak tahu dunia itu secara objektif.
Rogers juga mengabaikan aspek-aspek tidak sadar dalam tingkah laku manusia karena ia lebih melihat pada pengalaman masa sekarang dan masa depan, bukannya pada masa lampau yang biasanya penuh dengan pengalaman traumatik yang menyebabkan seseorang mengalami suatu penyakit psikologis.
  Ide dan konsep teorinya banyak didapatkan dalam pengalaman-pengalaman terapeutiknya yang banyak dipengaruhi oleh teori kebutuhan manusia (bunan needs) yang diperkenalkan Abraham H. Maslow.

2.3 Teori Belajar Humanisti Abraham H. Maslow
Pada awal karirnya, Maslow melakukan observasi terhadap monyet.Ia melakukan pengamatan intensif terhadap perilaku monyet. Berdasarkan pengamatannya didapatkan kesimpulan bahwa beberapa kebutuhan lebih diutamakan dibandingkan dengan kebutuhan yang lain. Contohnya, jika Anda lapar dan haus, maka Anda akan cenderung untuk mencoba memuaskan dahaga. Anda dapat hidup tanpa makanan selama berminggu-minggu, tetapi tanpa air Anda hanya dapat hidup selama beberapa hari saja, karena kebutuhan akan air lebih kuat daripada kebutuhan akan makan. Tetapi, jika Anda sangat haus, tapi kemudian tersedak dan Anda tidak dapat bernapas, maka kebutuhan untuk bernapas lebih penting dibandingkan dengan kebutuhan akan air untuk minum.
Berdasarkan pengalaman tersebut Maslow membuat ide mengenai hierarki kebutuhan yang sangat terkenal. Menurutnya, terdapat empat lapisan kebutuhan manusia, yaitu :
1.      Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan ini menyangkut kebutuhan akan oksigen, air, protein, garam, gula, kalsium, mineral, dan vitamin, termasuk juga kebutuhan untuk menjaga keseimbangan pH ( menjadi terlalu asam atau basa akan dapat membunuh ) dan temperature ( 98,6 atau dekat dengan itu ) selain itu, terdapat juga kebutuhan untuk aktif, istirahat, tidur, untuk mengeluarkan limbah ( CO2, keringat, urin, dan kotoran ), kebutuhan untuk menghindari rasa sakit dan kebutuhan untuk berhubungan seks. Maslow percaya dengan penelitian yang menyatakan bahwa kebutuhan ini sebenrnya bersifat individual. Misalnya, kekurangan vitamin C akan menyebabkan kelaparan yang sangat sfesifik terhadap vitamin C, seperti jus jeruk. Ketika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan keamanan sebagian besar sudah terpenuhi, maka lapisan ketiga kebutuhan mulaai muncul.Anda mulai merasa perlu memiliki teman, kekasih, anak-anak, hubungan kasih sayang secara mendalam dan ikatan social.Anda mulai merasa rentan terhadap kesepian dan kegelisahan social. Dalam kehiduan sehari-hari, kita menunjukan kebutuhan ini dalam bentuk keinginan untuk menikah, memiliki keluarga, menjadi bagian dari sebuah komunitas, bagian dari keluarga besar, daan anggota suatu klub, termasuk juga bagian dari apa yang kita cari dalam sebuah karir.

2.      Keselamatan dan Kebutuhan Keamanan
Ketika sebagian besar kebutuhan  fiiologis sudah dipenuhi, maka lapisan kedua akan datang. Anda akan menjadi makin tertarik untuk menjadi keadaan aman, stabil, serta terlindungi. Anda mungkin perlu untuk mengembangkan struktur, ketertiban, dan keteraturan.Kebutuhan sekarang bukan lagi lapar dan haus tetapi kebutuhan untuk mendapatkan perlindungan dari ketakutan dan kecemasan.Dalam kehidupan sehari-hari, kebutuhan tersebut di manifestasikan dalam bentuk keinginan untuk memiliki sebuah rumah di lingkungan aman, keamanan di lingkungan kerja, rencana pensiun, asuransi, dan sebaginya.


3.      Kebutuhan Memiliki Cinta
Ketika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan keamanan sebagian besar sudah terpenuhi, maka lapisan ketiga kebutuhan mulaai muncul.Anda mulai merasa perlu memiliki teman, kekasih, anak-anak, hubungan kasih sayang secara mendalam dan ikatan social.Anda mulai merasa rentan terhadap kesepian dan kegelisahan social. Dalam kehiduan sehari-hari, kita menunjukan kebutuhan ini dalam bentuk keinginan untuk menikah, memiliki keluarga, menjadi bagian dari sebuah komunitas, bagian dari keluarga besar, daan anggota suatu klub, termasuk juga bagian dari apa yang kita cari dalam sebuah karir.
4.      Kebutuhan Penghargaan
Pada tahap selanjutnya, kita mulai mencari sedikit harga diri.Maslow mencatat dua versi mengenai kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan yang lebih rendah dan yang lebih tinggi. Kebutuhan yang rendah adalah kebutuhan untuk menghormati orang lain, kebutuhan akan status, ketenaran, kemuliaan, pengakuaan, perhatian, reputasi, apresiasi, martabat, bahkan dominasi. Kebutuhan yang “ tinggi” adalah kebutuhan akan harga diri, termasuk perasaan, seperti keyakinan, kompetensi, prestasi, penguasaan, kemandirian, dan kebebasan. Kebutuhan penghargaan diri dikategorikan tinggi karena bentuknya tidak seperti rasa hormat dari orang lain. Misalnya, apabila menyangkut harga diri, maka akan sulit untuk merasa kalah ( perasaan lebih rendah ). Vers negatif kebutuhan ini adalah rendah diri dan kompleks inferioritas ( inferiority complexs ). Dalam hal ini, Maslow mengakui konsep adler mengenai kompleks inferioritas yang merupakan akar dari sebagian besar masalah-masalah psikologis kita.
Di Negara modern, sebagian besar dari kita memiliki apa yang kita butuhkan untuk memenuhi kebutuan fisiologis dan kebutuhan keselamaatan, tetapi lebih sering tidak memiliki cukup cinta dan perasaan memiliki. Demikian juga dengan rasa hormat, yang sering tampak begitu sulit untuk di dapati. Barangkali, kondisi ini terbalik dengan negara yang belum maju, seperti Indonesia, bisa saja kita tidak dapat memenuhi kebutuhan fisiologis dan keamanan, banyaknya orang miskin dan bencana alam yang tidak tertangani dengan baik, tetapi kita masih memiliki persaudaraan yang erat dan rasa hormat yang tinggi dan generasi yang lebih muda dan kelompok sosial yang lain.
Keempat tigkatan yang awal hierarki di atas disebut deficit kebutuhan, atau D-need.Jika anda tidak memenuhi satu kebutuhan, berarti anda memiliki satu defisit, anda merasa perlu untuk memenuhiya. Namun, jika anda memenuhi semua yang anda butuhkan, anda tidak merasa defisit sama sekali. Dengan kata lain, kebuuhan tersebut berhenti memotivasi diri.
Maslow juga membahas tingkatan tersebut dalam prinsip homeostatis. Homeostatis adalah prinsip yang di gunakan untuk tungku thermostat anda ketika beroperasi : apabila terlalu dingin, akan berganti menjadi panas, tetapi ketika hari terlalu panas, paanas switch off ( mati ) kemudian kembali kepada suhu yang sesuai. Dengan cara yang sama, tubuh anda saat ini berkerja seperti ini, pada suatu saat anda lapar, maka anda akan berusaha memenuhi kebutuhan ini dengan makan, maka kebutuhan pun hilang an rasa lapar berhenti. Maslow kemudian memperluas prisip homeostatis untuk berbagi kebutuhan, seperti keselamatan, perasaan mmiliki, dan penghargaan.
Maslow melihat semua kebutuhan ini sebagai kebutuhan dasar hidup.Demikia juga dengan cinta dan harga diri yang diperlukan untuk pemeliharaan kesehatan.Menurutnya, kita semua memiliki kebutuhan ini dan semuanya berasal dari genetic, seperti halnya naluri.Bahkan, dia menyebut naluriah sebagai kehidupan.
Menurut teori kebutuhan Maslow, di dalam diri tiap individu terdapat sejumlah kebutuhan yang tersusun secara berjenjang, mulai dari kebutuhan yang paling rendah tetapi mendasar (physiological needs) sampai pada jenjang paling tinggi (self actualization). Setiap individu mempunyai keinginan untuk mengaktualisasi diri, yang oleh Carl R. Rogers disebut dorongan untuk menjadi dirinya sendiri (to becoming a person). Siswa pun memiiki dorongan untuk menjadi dirinya sendiri, karena di dalam dirinya terdapat kemampuan untuk mengerti dirinya sendiri, menentukan hidupnya sendiri, dan menangani sendiri masalah yang dihadapinya. Itulah sebabnya, dalam proses pembelajaran hendaknya diciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif mengaktualisasi dirinya.
Aktualisasi diri merupakan suatu proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi-potensi psikologis yang unik. Proses aktualisasi diri seseorang berkembang sejalan dengan perkembangan hidupnya karena setiap individu, dilahirkan disertai potensi tubuh-kembang baik secara fisik maupun secara psikologis masing-masing. Akan tetapi sering kali dipertanyakan, apakah anak-anak sudah mengenali kebutuhannya sendiri sehingga ia perlu belajar? Dari situlah kemudian sebagian dari kaum humanis cenderung menyustifikasi pemikiran-pemikirannya sebagai bagian yang bersinggungan dengan pendidikan orang dewasa, bukan semata-mata dengan pendidikan anak.
Akan tetapi dapat dipertanyakan sejauh mana sebenarnya terdapat teori pembelajaran orang dewasa dan apakah pembelajaran orang dewasa berbeda karakternya dari pembelajaran anak-anak. Meskipun terdapat keraguan ini, ada proposisi tentang pembelajaran orang dewasa yang memiliki banyak pengaruh pada pendidikan tinggi, jika hanya untuk membuat para pengajar (guru dan dosen) di sektor ini memeriksa kembali premis mereka dan menyesuaikan beberapa pandangan mereka. Teori belajar dewasa oleh sebagian orang dianggap sangat relevan dengan populasi mahasiswa yang lebih beragam (baik dari segi usia, cara belajar, atau latar belakang etnis, ekonomi atau pendidikan) dan dengan penelitian pascasarjana (Fry, Ketteridge & Marshall, 2014).
Malcolm Knowles dikaitkan dengan penggunaan istilah andragogi (meskipun etiologinya jauh lebih awal) untuk merujuk pada pembelajaran orang dewasa dan mendefinisikannya sebagai “seni dan ilmu untuk membantu orang dewasa belajar” (Knowles dan Associates, 1984). Rumitnya adalah bahwa ia telah mengubah definisinya selama puluhan tahun bekerja. Andragogi dianggap memiliki lima prinsip:
- Ketika seseorang semakin dewasa ia lebih dapat mengarahkan dirinya sendiri, dan oleh karenanya ia dapat belajar mandiri.
- Orang dewasa telah mengumpulkan pengalaman yang bisa menjadi sumber yang kaya untuk belajar.
- Orang dewasa siap untuk belajar ketika mereka mengalami kebutuhan untuk mengetahui sesuatu.
- Orang dewasa cenderung kurang fokus pada subjek daripada anak-anak; mereka semakin fokus pada masalah.
- Untuk orang dewasa motivator yang paling kuat bersifat internal.
Belum ada bukti empiris untuk mendukung diferensiasi ini dari pembelajaran masa kanak-kanak. Meskipun banyak kritik terhadap andragogi (misalnya lihat Davenport, 1993) istilah itu cukup berpengaruh karena banyak dosen di berbagai universitas mengenali karakteristik-karakteristik yang diperlihatkan oleh mahasiswa mereka. Banyak jenis pembelajaran yang sering digunakan dan dibahas dalam pendidikan tinggi, termasuk pembelajaran eksperiensial, otonomi mahasiswa dan pembelajaran mandiri (self-directed learning), termasuk dalam atau berasal dari tradisi pendidikan orang dewasa.
1. Kelebihan Dan Kelemahan Teori Maslow
Kelebihan
Dari sekian banyak teori motivasional yang ada, mungkin teori Hirarki Kebutuhan Maslow yang paling luas dikenal. Setelah mencapai target yang paling dasar, maka secara otomatis akan mencoba memenuhi kebutuhan yang berada di atasnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa teori Maslow telah meletakkan batu pertama untuk penelitian struktur individu terutama menyangkut apa yang lebih mendorong perilaku tertentu dalam organisasi dan dalam bidang pembelajaran melalui identifikasi pada kebutuhan-kebutuhan individu.
Kelemahan
Telah diketahui sebelumnya bahwa teori maslow ini telah diterima oleh banyak orang, namun teori ini masih harus dibuktikan secara empiris. Dalam kenyataannya, sulit sekali untuk memisahkan dan mengukur kebutuhan-kebutuhan manusia itu sendiri. Urutan hirarki spesifik tidak sama bagi semua orang. Juga tidak ada penjelasan kapan suatu kebutuhan sudah cukup terpenuhi. Dan ada beberapa kebutuhan yang dominan dalam diri seseorang pada saat yang sama. Hingga saat ini belum cukup bukti yang jelas yang menunjukkan bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia dapat dikategorikan ke dalam lima kelompok yang berbeda atau berada pada suatu hirarki. Sejumlah ahli menjadi ragu karena hasil penelitian-penelitian memberikan hasil yang berbeda, ada beberapa penelitian yang mendukung, sedangkan yang lainnya menolak.
Terkadang seseorang merasa telah tercukupi kebutuhan dasarnya dan mencoba memenuhi kebutuhan yang berada di atasnya tanpa memperhatikan kebutuhan yang sebelumnya sehingga tidak terjadi keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan. Karena dalam teori ini disebutkan bahwa begitu orang melewati tingkat kebutuhan tertentu, ia tidak lagi terdorong oleh motivasi tingkat di bawahnya.
A. PEMIKIRAN-PEMIKIRAN HUMANISTIK
Sudut pandang mengenai cara kita belajar menurut teori humanistik berpegangan dengan beberapa keyakinan sebagai berikut.
1. Kurikulum sekolah harus memenuhi kebutuhan dan minat anak-anak. Kebutuhan termasuk keamanan pribadi dan rasa aman, cinta (kebutuhan keamanan), kepemilikan, prestasi, serta kebutuhan stimulasi keindahan dan tantangan mental (Cruickshank, Jenkins, & Metcalf, 2012), atau sesuai hirarkhi kebutuhan menurut Maslow, dan otonimi, kompetensi, dan relasi sosial yang sehat (Deci & Ryan, 1990).
2. Belajar harus dipersonalisasikan dan bersifat individu. Belajar harus diarahkan untuk diri siswa bukan kepada guru. Anak-anak harus diberikan kesempatan yang bebas untuk belajar sesuai minat pribadi mereka dan cara yang mereeka inginkan untuk belajar (Neill, 1969).
3. Siswa harus tidak hanya meregulasi meteri dan cara belajar, namun juga bertanggung jawab untuk mengevaluasi diri mereka dan menilai kemajuan mereka (Schunk, 2012).
4. Mengetahui cara belajar lebih penting daripada peraihan pengetahuan tertentu (Gage & Berliner, 1998).
5. Mengembangkan sikap dan nilai sebagai hal yang sama pentingnya dengan menguasai pengetahuan. Oleeh karena itu, guru harus memastikan peraihan tujuan afektif atau sikap belajar. Contohnya, siswa harus belajar cara “memperlihatkan, merespon, menilai, menginternalisasi dan beraksi terhadap informasi, atau pengetahuan.” Mereka harus tahu cara berpikir tentang informasi dan apa yang dapat dilakukan dengan informasi. 
6. Siswa paling baik dapat belajar dalam lingkungan yang aman secara psikologis tempat mereka diterima dan dihargai. Setiap anak harus diterima sebagaimana dirinya sendiri, tidak dinilai berdasarkan hal-hal yang harus atau dapat dilakukannya (Rogers & Russell, 2002).
7. Siswa paling baik belajar ketika mereka merasa nyaman tentang diri mereka sendiri dan orang lain. Mereka akan berkembang ketika mereka meenghargai diri sendiri dan efikasi atau memiliki kuasa mengontrol kejadian yang terjadi pada mereka.
8. Kita akan berhasil jika mencoba menempatkan diri kita ditempat siswa kita berada, dengan tujuan melihat pemahaman belajar dari sudut panadang mereka.
Kontribusi utama terhadap kumpulan pemikiran ini antara lain Carl Rogers, Abraham Maslow, Paulo Freire, Ivan Illich, John Holt, dan Malcolm Knowles.

B. PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN HUMANISTIK
Menurut Cruickshank, Jenkins, & Metcalf (2012), para penganut pembelajaran humanistik akan mendukung dan sangat setuju dengan proposisi-proposisis berikut ini.
1. Guru harus memberikan perhatian yang lebih untuk membantu para siswa belajar lebih jauh mengenai diri mereka sendiri.
2. Perilaku siswa kebanyakan hasil dari perasaan mereka tentang kepercayaan diri, harga diri, dan martabat diri.
3. Siswa harus didukung untuk percaya bahwa mereka mampu secara akademik dan sosial.
4. Siswa harus diberikan lingkungan yang aman, di mana mereka didorong untuk membuat pilihan akademik dan sosial yang bijak.
5. Para siswa harus merasa diterima, lepas dari prestasi sekolah, perasaan atau perilaku lainnya.
6. Para siswa harus belajar menghargai diri mereka sendiri dan orang lain.
7. Para siswa harus didorong untuk mengejar minat mereka sendiri.
Beberapa prinsip pembelajaran humanistik antara lain berikut.
1. Pembelajaran hendaknya berfokus pada upaya untuk memahami cara manusia menciptakan perasaan, sikap, dan nilai-nilai.
2. Pembelajaran hendaknya bertemakan upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar, terutama afeksi seperti emosi, perasaan, sikap, nilai, predisposisi, dan moral.
3. Pembelajaran hendaknya menumbuhkan harga diri dan keyakinan.
4. Pembelajaran hendaknya berfokus pada kebutuhan. Misalnya, afiliasi adalah kebutuhan manusia yang kuat. Dengan demikian, sekolah harus memastikan bahwa semua anak memiliki kesempatan untuk mendapatkan hubungan yang baik dengan trman sepermainannya den dengan para guru. Dengan mempertimbangkan minat mereka, di antaranya, anak-anak tertarik dengan lingkungannya, sehingga harus memiliki kesempatan untuk belajar di dalam dan dari lingkungannya.
5. Sekolah harus menyesuaikan diri menurut kebutuhan anak, bukan anak yang menyesuaikan dengan kebutuhan sekolah.
Beberapa metode pembelajaran humanis, baik untuk sebagian maupun seluruhnya antara lain adalah metode pembelajaran individual, metode pembelajaran kooperatif, mengundang kesuksesan sekolah, klarifikasi nilai, pembelajaran moral dan karakter, dan pembelajaran multietnik. Metode proyek membiarkan anak-anak meraih minat belajar personal. Pembelajaran kooperatif meningkatkan perkembangan sosial dan emosional, di mana anak saling berbagi, menerima, dan menghormati (“semua untuk satu, satu untuk semua”).


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Teori humanisme merupakan konsep belajar yang lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia dengan menerapkan pendidikan dan pembelajaran berdasarkan pada kebutuhan dan minat siswa. Karena kebutuhan dan minat adalah faktor yang mendorong atau memotivasi kita. Selain itu, mereka menginginkan pendidikan berdasarkan kebutuhan dan minat individuaal dari para siswa agar menciptakan lingkungan kelas yang sehat secara sosial dan emosional, yang ditandai dengan adanya penerimaan dan rasa saling menghargai.
Salah seorang tokoh teori belajar humanisme adalah Carl Ransom Rogers (1902-1987) yang lahir di Oak Park, Illinois, Chicago, Amwrika Serikat. Rogers terkenal sebagai seorang tokoh psikologi humanis, aliran fenomenologis-eksistensial, psikolog klinis dan terapis. 
Ide pokok dari teori – teori Rogers yaitu individu memiliki kemampuan dalam diri sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup, dan menangani masalah–masalah psikisnya asalkan konselor menciptakan kondisi yang dapat mempermudah perkembangan individu untuk aktualisasi diri.
Akan tetapi, Ide dan konsep teorinya banyak didapatkan dalam pengalaman-pengalaman terapeutiknya yang banyak dipengaruhi oleh teori kebutuhan manusia (bunan needs) yang diperkenalkan Abraham H. Maslow.
 Terdapat empat lapisan kebutuhan manusia, yaitu :
1. Kebutuhan Fisiologis
2. Keselamatan dan Kebutuhan Keamanan
3. Kebutuhan Memiliki Cinta
4. Kebutuhan Penghargaan
Keempat tigkatan yang awal hierarki di atas disebut deficit kebutuhan, atau D-need.Jika anda tidak memenuhi satu kebutuhan, berarti anda memiliki satu defisit, anda merasa perlu untuk memenuhiya. Namun, jika anda memenuhi semua yang anda butuhkan, anda tidak merasa defisit sama sekali. Dengan kata lain, kebuuhan tersebut berhenti memotivasi diri.

3.2 Saran
Dari makalah kami ini, kami berharap para pembaca mampu memanfaatkannya sebagai sumber belajar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Dan tak lupa kritik, masukan, saran, dalam bentuk apapun sangat kami hargai agar kedepannya penulisan makalah kami menjadi lebih baik.



DAFTAR PUSTAKA


Rian. S. 2014. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow. http://belajarpsikologi.com/teori-hierarki-kebutuhan-maslow
            Wikipedia. Abraham Maslow. URL: http://id.wikipedia.org/wiki/Abraham_Maslow (diakses 27 Mei 2014)